Tawakal bukan diam, ikhtiar bukan sombong
Antara Tawakal dan Ikhtiar: Menemukan Keseimbangan dalam Hidup Seorang Muslim
17/11/2025 | indri irmayantiDalam perjalanan hidup, seorang Muslim dituntut untuk berusaha secara maksimal, namun dalam waktu yang sama juga diperintahkan untuk berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Dua konsep ini—tawakal dan ikhtiar—bukanlah dua pilihan yang saling bertentangan, tetapi justru dua pondasi yang berjalan beriringan. Banyak kesalahpahaman muncul ketika tawakal disalahartikan sebagai pasrah tanpa usaha, atau ikhtiar disalahpahami sebagai bentuk ketidakpercayaan kepada ketetapan Allah. Islam dengan tegas menjelaskan bahwa seorang mukmin yang ideal adalah yang menyeimbangkan keduanya.
Makna Tawakal dan Ikhtiar Menurut Syariat
Secara bahasa, tawakal berarti bersandar sepenuhnya kepada Allah dalam segala urusan. Sedangkan menurut istilah syar’i, tawakal adalah menyempurnakan usaha lahiriah kemudian menyerahkan sepenuhnya hasilnya kepada Allah. Artinya, seseorang berkewajiban bekerja, tetapi hatinya bergantung pada Allah, bukan pada kemampuannya.
Ikhtiar adalah usaha maksimal yang dilakukan seseorang untuk meraih tujuan. Semua bentuk sebab-sebab duniawi—bekerja, belajar, berobat, merencanakan masa depan—termasuk ikhtiar yang diperintahkan agama.
Dalam pandangan Islam, ikhtiar adalah kewajiban, tawakal adalah kesempurnaan iman.
Dalil Al-Qur'an tentang Tawakal dan Ikhtiar
Allah memerintahkan tawakal setelah kita melakukan musyawarah dan usaha:
“Kemudian apabila kamu telah bertekad, maka bertawakallah kepada Allah.”
(QS. Ali Imran: 159)
Ayat ini menunjukkan urutan: berpikir → berusaha → bertawakal.
Sementara ayat lain menunjukkan pentingnya ikhtiar:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)
Ayat ini menjelaskan bahwa perubahan hidup tidak dipenuhi dengan doa saja, tetapi harus diiringi usaha.
Hadits Nabi tentang Keseimbangan Tawakal dan Usaha
Nabi ? menjelaskan bahwa tawakal yang benar bukan duduk diam menunggu nasib, tetapi tetap berusaha:
“Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah memberi kalian rezeki sebagaimana burung: ia pergi pagi dalam keadaan lapar dan kembali sore dalam keadaan kenyang.”
(HR. Tirmidzi)
Burung tidak menunggu makanan datang ke sarangnya. Ia harus terbang, mencari, berpindah tempat—itulah ikhtiar yang diikuti tawakal.
Dalam hadits lain, seorang sahabat bertanya apakah ia perlu mengikat untanya atau cukup bertawakal. Nabi menjawab:
“Ikatlah terlebih dahulu, kemudian bertawakallah.”
(HR. Tirmidzi)
Hadits ini menjadi prinsip dasar bahwa usaha tidak mengurangi tawakal, justru menguatkan tawakal.
Pandangan Para Ulama Tentang Tawakal dan Ikhtiar
1. Imam Al-Ghazali
Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa tawakal bukan berarti meninggalkan usaha. Menurut beliau, usaha adalah bentuk ketaatan kepada Allah karena Allah menciptakan sebab dan akibat sebagai hukum alam. Ia berkata bahwa meninggalkan usaha dengan alasan tawakal termasuk kebodohan, bukan ibadah.
2. Ibn Taymiyyah
Ibn Taymiyyah menegaskan bahwa sebab-sebab duniawi adalah bagian dari ketetapan Allah. Maka meninggalkannya sama saja dengan meninggalkan sunnatullah. Beliau mengajarkan bahwa tawakal tanpa usaha adalah bentuk kelemahan, sedangkan usaha tanpa tawakal adalah bentuk kesombongan.
3. Imam Ibn Qayyim Al-Jauziyyah
Ibn Qayyim menjelaskan bahwa tawakal terdiri dari tiga hal:
- Mengandalkan Allah sepenuhnya,
- Meyakini bahwa segala urusan berada dalam kendali-Nya,
- Melakukan sebab yang diperintahkan.
Tanpa salah satu dari tiga unsur ini, tawakal tidak sempurna.
Contoh Keseimbangan Tawakal dan Ikhtiar dalam Kehidupan Sehari-Hari
1. Dalam Mencari Nafkah
Allah memerintahkan untuk bertebaran di muka bumi mencari karunia-Nya setelah shalat Jumat (QS. Al-Jumu’ah: 10). Artinya, bekerja adalah ibadah. Namun hasilnya tetap diserahkan kepada Allah.
2. Dalam Kesehatan
Berobat adalah perintah. Nabi sendiri berobat, minum herbal, dan menyuruh sahabat untuk mencari pengobatan. Namun beliau mengajarkan bahwa kesembuhan hanyalah dari Allah.
3. Dalam Pendidikan dan Karier
Belajar adalah usaha. Namun memahami bahwa kecerdasan, rezeki, dan hasil ujian berada dalam ketetapan Allah membuat hati tenang dan tidak putus asa.
4. Dalam Ujian Hidup
Saat usaha tampak buntu, tawakal menjadi penguat. Tawakal tidak menggugurkan usaha, tetapi memberi ketenangan dalam menjalani usaha tersebut.
Cara Menggabungkan Tawakal dan Ikhtiar Secara Benar
- Mulai dengan niat yang baik.
Usaha bukan sekadar mengejar dunia, tapi mencari ridha Allah. - Lakukan usaha semaksimal mungkin.
Islam tidak mengajarkan setengah-setengah. - Iringi usaha dengan doa.
Doa adalah inti tawakal. - Serahkan hasilnya kepada Allah.
Jika berhasil, bersyukur. Jika gagal, bersabar dan melihatnya sebagai bagian dari ketetapan Allah. - Terus evaluasi diri.
Kegagalan bukan akhir. Mungkin Allah ingin kita memperbaiki cara, ilmu, atau niat. - Hindari sikap ekstrem.
Malas dengan alasan tawakal adalah keliru.
Terlalu percaya diri tanpa tawakal juga keliru.
Kesimpulan
Tawakal dan ikhtiar bukan dua kutub yang saling meniadakan, melainkan dua pilar iman yang kokoh. Ikhtiar adalah bukti ketaatan kita kepada sunnatullah, sementara tawakal adalah bukti ketergantungan kita kepada Allah. Seorang Muslim sejati bekerja keras seperti semuanya bergantung pada usahanya, namun dalam waktu yang sama ia berserah diri seolah semuanya bergantung kepada Allah.
Dengan memahami keseimbangan ini, hidup menjadi lebih tenang, terarah, dan penuh keberkahan.