Main game boleh, tapi jangan sampai lupa waktu

Main Game Sampai Lupa Waktu? Begini Pandangan Islam yang Jarang Dibahas

20/11/2025 | Yessi Ade Lia Putri

Di era digital, game telah menjadi salah satu hiburan paling populer di berbagai kalangan. Banyak yang bermain untuk melepas stres, menghabiskan waktu luang, bahkan menjadikannya profesi. Namun, tidak sedikit pula yang terjebak bermain game hingga lupa waktu—lupa makan, lupa belajar, lupa tanggung jawab, bahkan lupa shalat. Lalu, bagaimana sebenarnya Islam memandang kebiasaan ini?

1. Hukum Bermain Game: Mubah, Tapi Bisa Berubah

Pada dasarnya, para ulama sepakat bahwa hiburan, termasuk game, adalah mubah (diperbolehkan) selama tidak mengandung unsur yang dilarang. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyatakan bahwa jiwa manusia butuh hiburan agar tidak lelah dan jenuh. Bahkan Nabi Muhammad SAW pun pernah berlomba lari dengan Aisyah dan bercanda dengan para sahabat.

Namun, hukum mubah bisa berubah menjadi makruh atau haram jika:

  • melalaikan ibadah wajib, terutama shalat,
  • mengandung unsur maksiat seperti aurat, kekerasan ekstrem, atau perjudian (gacha),
  • menumbuhkan akhlak buruk seperti marah, sombong, dan toxic,
  • menimbulkan kecanduan hingga merusak kehidupan.

Kaidah fikih menyebutkan:
“Al-mubah yataghayyaru bil-mujib” — yang mubah bisa berubah hukumnya karena sebab tertentu.

2. Ketika Game Membuat Lalai Shalat

Inilah batas yang paling sering dilanggar. Allah berfirman:

“Celakalah orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang lalai dari shalatnya.”
(QS. Al-Ma’un: 4–5)

Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa “lalai” berarti sibuk hingga sengaja melewati waktu shalat. Banyak gamer berkata, “Satu match lagi…”, “Rank masih satu bintang lagi…”, “Bentar lagi menang…” hingga adzan berlalu begitu saja. Padahal Nabi SAW bersabda:

“Amalan yang paling dicintai Allah adalah shalat pada waktunya.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Jika game membuat seseorang meninggalkan kewajiban, hukumnya langsung menjadi haram.

3. Waktu adalah Amanah — dan Game Sering Mencurinya

Surat Al-‘Asr adalah peringatan tegas bahwa manusia berada dalam kerugian jika menyia-nyiakan waktu. Ibnul Qayyim berkata:

“Menyia-nyiakan waktu lebih berbahaya daripada kematian.”

Ketika game menghabiskan 3–6 jam sehari tanpa kendali, sebenarnya seseorang sedang menyerahkan sebagian hidupnya kepada sesuatu yang tidak memberi manfaat jangka panjang. Islam menolak pemborosan waktu (idha‘atul waqt).

4. Kecanduan Game: Perbudakan Era Modern

Ketika seseorang tidak bisa berhenti bermain, marah jika diganggu, atau gelisah jika tidak memegang gadget, itu tanda kecanduan. Allah berfirman:

“Apakah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?”
(QS. Al-Furqan: 43)

Ulama kontemporer, termasuk Syaikh Shalih Al-Munajjid, menyebut kecanduan game sebagai bentuk mengikuti hawa nafsu yang membahayakan diri.

5. Islam Tidak Melarang Game — Asal Seimbang

Prinsip syariat sangat jelas:
“La dharar wa la dhir?r”
(Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.)

Game tetap boleh selama:

  • tidak melalaikan shalat,
  • tidak mengganggu kesehatan dan tanggung jawab,
  • tidak mengandung unsur haram,
  • tidak menimbulkan kecanduan.

Ibnul Qayyim menggambarkan hiburan seperti garam: perlu, tapi secukupnya.

Kesimpulan

Bermain game adalah hiburan yang dibolehkan dalam Islam, selama tidak membuat kita lalai dari ibadah dan tanggung jawab. Namun ketika game membuat seseorang meninggalkan shalat, membuang waktu berlebihan, atau terjerumus ke dalam unsur haram, maka game itu berubah menjadi sesuatu yang harus dijauhi. Islam mengajarkan keseimbangan: hiburan boleh, tetapi jangan sampai mengambil alih hidup dan menghilangkan keberkahan waktu. Semoga kita mampu mengendalikan diri, memanfaatkan waktu dengan bijak, dan menjaga prioritas sesuai tuntunan agama.

 

KOTA SUKABUMI

Copyright © 2025 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ  |   2.2.12