Makan secukupnya agar hati tenang, shalat pun bisa khusyu

Makan Dulu atau Shalat Dulu? Menemukan Keseimbangan antara Kebutuhan Jasmani dan Kekhusyukan Ibadah

13/11/2025 | Yessi Ade Lia Putri

Makan Dulu atau Shalat Dulu? Menemukan Keseimbangan antara Kebutuhan Jasmani dan Kekhusyukan Ibadah

Seringkali seorang muslim berada dalam dilema: adzan sudah berkumandang, makanan telah tersaji, dan perut terasa lapar. Pertanyaan sederhana ini sebenarnya menyentuh hal yang lebih dalam: bagaimana Islam mengatur keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan tuntunan ruhani dalam beribadah? Apakah mendahulukan makan berarti menomorduakan ibadah, atau justru bagian dari menjaga kekhusyukan shalat?

Rasulullah SAW memberikan panduan melalui sabdanya yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:

"Apabila makan malam telah disajikan, maka dahulukanlah makan malam sebelum shalat Maghrib. Dan janganlah kalian tergesa-gesa dalam makan kalian." (HR. Bukhari no. 672, Muslim no. 557)

Hadits ini menekankan bahwa ketika seseorang lapar dan makanan sudah tersedia, dianjurkan makan terlebih dahulu sebelum shalat. Tujuannya bukan karena makanan lebih penting, tetapi agar ibadah dilakukan dengan hati yang tenang dan penuh khusyu’.

Makna dan Hikmah Hadits

Dalam Islam, khusyu’ adalah ruh ibadah. Tanpanya, shalat hanya menjadi gerakan fisik tanpa makna. Allah SWT berfirman:

"Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya." (QS. Al-Mu’minun: 1–2)

Para ulama menegaskan bahwa shalat tanpa khusyu’ tetap sah secara hukum, namun kehilangan nilai di sisi Allah. Rasulullah SAW menganjurkan makan terlebih dahulu agar hati tenang, fokus, dan tidak terganggu oleh rasa lapar. Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menulis: “Disunnahkan makan terlebih dahulu jika makanan telah disajikan dan seseorang membutuhkannya, agar hati tidak terganggu ketika shalat.”

Pandangan Empat Mazhab

Mazhab Syafi’i menekankan bahwa mendahulukan makan diperbolehkan jika makanan sudah tersedia dan seseorang lapar, dengan syarat waktu shalat masih panjang. Mazhab Hambali sejalan, menambahkan bahwa khusyu’ dalam shalat adalah sunnah mu’akkadah, sehingga makan dapat membantu tercapainya kekhusyukan. Mazhab Maliki menegaskan pentingnya keseimbangan: jika seseorang lapar dan waktunya memungkinkan, makan dahulu agar shalat tenang; namun jika waktu hampir habis, shalat harus didahulukan. Mazhab Hanafi menekankan kehati-hatian agar makan tidak dijadikan alasan menunda shalat, dan mendahulukan makan hanyalah mubah atau sunnah tergantung kondisi.

Adab Makan Sebelum Shalat

Walaupun diperbolehkan, Islam menekankan adab: makan secukupnya, tidak berlebihan, jangan tergesa-gesa, dan tetap memperhatikan waktu shalat. Dengan demikian, seseorang bisa menjaga keseimbangan jasmani dan ruhani.

Kapan Makan, Kapan Shalat

Beberapa pedoman praktis dapat diambil:

  • Jika sangat lapar dan makanan sudah tersaji, makan secukupnya agar shalat dapat dilakukan dengan khusyu’.
  • Jika waktu shalat hampir habis, shalat harus didahulukan.
  • Jika tidak terlalu lapar atau makanan belum siap, shalat didahulukan.
  • Hindari makan berlebihan hingga membuat malas beribadah.

Kesimpulan

Islam mengajarkan keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan ruhani. Mendahulukan makan ketika lapar bukan menomorduakan ibadah, tetapi menjaga agar shalat dilakukan dengan sepenuh hati. Semua amalan, baik makan maupun ibadah, bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan kesadaran dan keikhlasan. Dengan memahami prinsip ini, seorang muslim mampu menata hidupnya agar jasmani terjaga, hati tenang, dan ibadah maksimal.

KOTA SUKABUMI

Copyright © 2025 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ  |   2.2.12