Dahulukan kewajiban, sempurnakan dengan sunnah — itulah keseimbangan seorang hamba sejati

Mengapa Banyak Orang Sibuk Mengejar Sunnah, Tapi Lupa pada yang Wajib?

13/11/2025 | Yessi Ade Lia Putri

Mengapa Banyak Orang Sibuk Mengejar Amalan Sunnah tapi Lupa pada yang Wajib?

Dalam kehidupan beragama, setiap muslim tentu ingin menjadi hamba yang taat dan dekat dengan Allah SWT. Namun, semangat itu sering kali tidak diiringi dengan pemahaman yang benar tentang prioritas dalam beribadah. Banyak orang bersemangat menjalankan amalan sunnah seperti umroh, sedekah besar-besaran, atau tasyakuran, tetapi mengabaikan kewajiban utama seperti menafkahi keluarga, membayar utang, atau menunaikan zakat.

Padahal, dalam kaidah fiqih ditegaskan:
???????? ???????? ???? ?????????
“Amalan wajib lebih utama daripada amalan sunnah.”

Kaidah ini menjadi pengingat penting bahwa ibadah harus ditempatkan sesuai kadar kewajibannya. Allah SWT lebih mencintai amalan wajib karena ia merupakan bentuk ketaatan sejati dan pengakuan terhadap perintah-Nya. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits Qudsi:

“Tidak ada amal seorang hamba yang paling Aku cintai selain apa yang Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya.”
(HR. Bukhari)

Hadits ini menjelaskan bahwa jalan menuju cinta Allah dimulai dengan menunaikan kewajiban, baru kemudian disempurnakan dengan ibadah sunnah. Amalan sunnah tidak akan bernilai tinggi bila kewajiban masih diabaikan.

Sebagai contoh, seseorang yang masih memiliki utang atau tanggungan keluarga, namun memaksakan diri menggelar acara besar atau berangkat umroh, sesungguhnya telah menyalahi prinsip prioritas. Islam tidak mengajarkan keberkahan melalui pelanggaran tanggung jawab. Justru keberkahan datang dari menunaikan kewajiban dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab.

Para ulama juga menegaskan pentingnya mendahulukan yang wajib. Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum ad-Din menyebutkan:

“Barang siapa sibuk dengan amal sunnah namun melalaikan yang wajib, maka amal sunnahnya tertolak.”

Imam Nawawi menambahkan dalam Syarah Shahih Muslim:

“Wajib itu jika dikerjakan mendapat pahala besar dan jika ditinggalkan berdosa, sedangkan sunnah jika ditinggalkan tidak berdosa. Maka mendahulukan wajib atas sunnah adalah keharusan.”

Fenomena masyarakat yang lebih tertarik pada amalan sunnah sering kali muncul karena kurangnya pemahaman tentang fiqh al-awlawiyyat—ilmu yang mengajarkan tentang skala prioritas dalam beragama. Banyak yang mengejar amalan sunnah karena terlihat lebih “spiritual” atau menarik perhatian orang lain, padahal hikmah terbesar justru terletak pada ketaatan terhadap kewajiban.

Menunaikan kewajiban juga memiliki hikmah besar bagi kehidupan. Shalat menjaga agama, zakat menjaga harta dan solidaritas sosial, puasa menjaga jiwa, dan nafkah menjaga keberlangsungan keluarga. Semua itu termasuk bagian dari maqashid asy-syariah, tujuan utama syariat Islam yang menjaga kehidupan manusia secara utuh dan seimbang.

Karena itu, langkah terbaik bagi setiap muslim adalah menata ulang prioritas ibadah. Dahulukan yang wajib, laksanakan dengan penuh keikhlasan, kemudian sempurnakan dengan amalan sunnah seperti sedekah, shalat malam, dan puasa sunnah. Ibadah yang seimbang inilah yang membawa ketenangan hati dan keberkahan hidup.

Kesimpulannya, amalan wajib adalah bukti cinta sejati seorang hamba kepada Allah SWT. Amalan sunnah menjadi pelengkap yang memperindah ibadah, bukan pengganti kewajiban. Jangan sampai semangat mengejar sunnah membuat kita lalai terhadap yang wajib. Keberkahan hidup tidak terletak pada banyaknya amalan tambahan, tetapi pada kesungguhan dalam menunaikan kewajiban yang Allah perintahkan.

 

KOTA SUKABUMI

Copyright © 2025 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ  |   2.2.12