Menghidupkan Kembali Empati: Tantangan Akhlak di Era Modern dalam Pandangan Islam
17/12/2025 | Penulis: Yessi Ade Lia Putri
Empati menghidupkan iman dan kemanusiaan
Perkembangan zaman modern membawa berbagai kemudahan dalam kehidupan manusia. Kemajuan teknologi, media sosial, dan globalisasi telah mempercepat arus informasi serta memperluas interaksi antarindividu. Namun, di balik manfaat tersebut, muncul tantangan serius dalam aspek akhlak, salah satunya adalah melemahnya empati. Sikap individualistis, minim kepedulian terhadap penderitaan orang lain, serta mudahnya melontarkan ujaran kebencian menjadi fenomena yang semakin sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam Islam, empati bukan sekadar nilai sosial, melainkan bagian dari akhlak mulia (akhlaq al-karimah) yang mencerminkan kualitas iman seseorang. Seorang Muslim tidak hanya dituntut untuk taat dalam ibadah ritual, tetapi juga memiliki kepedulian dan kepekaan sosial terhadap sesama manusia.
Konsep Empati dalam Islam
Empati dalam Islam berkaitan erat dengan konsep rahmah (kasih sayang), ta’awun (tolong-menolong), dan ukhuwah (persaudaraan). Seorang Muslim dianjurkan untuk mampu merasakan kesulitan orang lain dan terdorong untuk membantu sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Empati tidak berhenti pada rasa iba, tetapi harus diwujudkan dalam sikap dan tindakan nyata yang membawa manfaat.
Dalil Al-Qur’an dan Hadits
Al-Qur’an menegaskan bahwa Islam adalah agama yang dibangun di atas kasih sayang. Allah SWT berfirman:
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al-Anbiya’: 107)
Ayat ini menunjukkan bahwa teladan Rasulullah ? adalah rahmat dan kepedulian universal. Allah juga memerintahkan umat manusia untuk saling menolong dalam kebaikan:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa.”
(QS. Al-Ma’idah: 2)
Rasulullah ? pun menegaskan pentingnya empati melalui sabdanya:
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa empati merupakan indikator kesempurnaan iman.
Pandangan Ulama
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa hati yang lembut dan peduli terhadap sesama merupakan tanda kedekatan seorang hamba dengan Allah. Kerasnya hati dan ketidakpedulian sosial, menurut beliau, adalah penyakit rohani yang harus diobati.
Ibn Qayyim Al-Jauziyyah menegaskan bahwa kasih sayang adalah inti syariat Islam. Sementara Imam An-Nawawi menekankan bahwa mencintai kebaikan bagi orang lain merupakan prinsip dasar akhlak yang harus diwujudkan dalam kehidupan nyata.
Tantangan dan Aksi Nyata
Empati di era modern menghadapi tantangan berupa individualisme, kesibukan hidup, serta pengaruh negatif media sosial. Oleh karena itu, empati perlu dihidupkan kembali melalui tindakan sederhana seperti menjaga lisan dan tulisan, membantu sesama, memperkuat silaturahmi, serta aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan.
Kesimpulan
Empati adalah fondasi penting dalam akhlak Islam yang berlandaskan kasih sayang dan kepedulian sosial. Al-Qur’an, hadits, dan pandangan para ulama telah memberikan panduan jelas bahwa iman sejati harus tercermin dalam sikap peduli terhadap sesama. Di tengah tantangan era modern, setiap Muslim memiliki tanggung jawab untuk menghidupkan kembali empati melalui amal nyata.
Artikel Lainnya
Bangkit Tanpa Menunggu Sempurna: Kekuatan Tawakal dalam Mengubah Hidup
Ketika Tubuh Berbicara: Pentingnya Menjaga Kesehatan sebagai Amanah dalam Islam
Belajar Bukan Sekadar Hafalan: Menemukan Makna Ilmu Menurut Perspektif Islam
Menjadi Muslim yang Bijak di Dunia Maya: Bukan Sekadar Viral
Jika Hari Ini Terasa Berat, Ingatlah Kamu Pernah Menang Kemarin
Depresi di Usia Remaja: Kenali, Hadapi, dan Bangkit

Info Rekening Zakat
Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.
BAZNAS
