Hidup yang Lebih Tenang Dimulai dari Kata “Cukup”
26/11/2025 | Penulis: indri irmayanti
Bahagia dimulai dari hati yang berkata: cukup
Di tengah derasnya arus informasi dan gaya hidup modern, manusia semakin sulit merasa cukup. Kita melihat kehidupan orang lain, rumah lebih besar, pekerjaan lebih mapan, liburan lebih mewah, dan tanpa sadar kita merasa kurang. Padahal, ketenangan hidup sering kali bukan berasal dari banyaknya harta, melainkan dari kemampuan hati menerima apa yang Allah berikan. Dalam Islam, sifat ini disebut qana’ah—merasa puas dengan rezeki yang halal dan tidak terlalu bergantung pada dunia.
Allah ? mengajarkan bahwa syukur adalah kunci ketenangan.
“Dan sungguh, jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.”
(QS. Ibrahim: 7)
Ayat ini menegaskan bahwa cukup bukan sekadar menerima apa adanya, tetapi bersyukur atas karunia Allah. Syukur menumbuhkan rasa damai, sedangkan keluh-kesah menumbuhkan keresahan. Sebaliknya, Allah memperingatkan bahaya mengejar dunia tanpa batas:
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.”
(QS. At-Takatsur: 1–2)
Keinginan yang tak terkontrol akan menjerumuskan manusia dalam perlombaan memuakkan: ingin lebih kaya, lebih terkenal, lebih dihormati. Pada akhirnya, seseorang hanya berhenti ketika kematian datang.
Rasulullah ? dengan jelas menjelaskan hakikat kekayaan:
“Kekayaan bukanlah banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah kaya hati.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Kekayaan sejati ada di dalam hati yang sadar bahwa yang dimiliki sudah cukup. Tanpa rasa ini, seseorang bisa saja memiliki rumah besar dan kendaraan mewah, namun tetap gelisah. Sebaliknya, orang sederhana yang merasa cukup dapat hidup tenang.
Nabi ? juga bersabda:
“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang secukupnya, dan Allah menjadikannya merasa cukup dengan apa yang diberikan.”
(HR. Muslim)
Hadits ini menyebut tiga lapis kebahagiaan: iman, rezeki halal, dan hati yang ridha. Banyak orang memiliki rezeki tetapi tidak memiliki ketenangan, karena mereka kehilangan lapisan ketiga—qana’ah.
Para ulama menegaskan pentingnya sifat merasa cukup. Imam al-Ghazali menyatakan bahwa qana’ah adalah benteng hati dari kerakusan. Ia bukan berarti berhenti berusaha, tetapi menghentikan keinginan yang tidak perlu. Ibn Rajab al-Hanbali mengingatkan, “Barang siapa tidak puas dengan yang halal, ia akan mengejar yang haram.” Rasa tidak cukup sering membuat orang berhutang berlebihan, menipu, atau mengorbankan martabat demi gengsi.
Untuk mendapatkan ketenangan, ada beberapa langkah praktis:
Pertama, syukuri hal kecil.
Terkadang kita sibuk mengejar hal besar hingga lupa bahwa bisa bernapas, tidur nyaman, atau makan bersama keluarga adalah kenikmatan luar biasa.
Kedua, batasi perbandingan.
Media sosial membuat kita membandingkan hidup dengan highlight hidup orang lain. Padahal kita tidak tahu perjuangan dan luka di baliknya.
Ketiga, hidup sesuai kebutuhan.
Beli apa yang diperlukan, bukan yang hanya ingin dipamerkan. Kesederhanaan menjauhkan dari stres finansial.
Keempat, banyak memberi.
Sedekah membuat hati merasa cukup. Orang yang berbagi sadar bahwa dirinya masih mampu memberi, bukan sekadar menerima.
Terakhir, berdoa.
Salah satu doa yang diajarkan Nabi ?: “Ya Allah, cukupkanlah aku dengan apa yang Engkau halalkan daripada apa yang Engkau haramkan, dan kayakanlah aku dengan karunia-Mu dari selain-Mu.”
Doa ini menumbuhkan keridhaan dan menutup pintu kerakusan.
Artikel Lainnya
Depresi di Usia Remaja: Kenali, Hadapi, dan Bangkit
Ketika Tubuh Berbicara: Pentingnya Menjaga Kesehatan sebagai Amanah dalam Islam
Islam Mengajarkan Setiap Kesulitan Pasti Ada Kemudahan — Benarkah?
UMKM Naik Kelas: Strategi Bisnis Halal dan Berkah Menurut Prinsip Ekonomi Islam
STOP Hidup untuk Ekspektasi Orang: Kamu Berhak Menentukan Jalanmu Sendiri
Ketika Dunia Tidak Ramah, Jadilah Rumah untuk Dirimu Sendiri

Info Rekening Zakat
Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.
BAZNAS
